Banyak persoalan yang menjadi keluhan sekolah ketika sistem zonasi diterapkan dalam proses penerimaan siswa. Sekolah yang dulunya hanya menerima siswa-siswa dengan kriteria baik secara akademik, kali ini ditantang untuk dapat mengelola input yang bervariasi. Tidak hanya tentang kemampuan dalam belajar, variasi juga terjadi pada karakteristik dan motivasi siswa.
Persoalan ini juga dialami oleh sekolah yang merupakan klien Pusat Terapan Psikologi Pendidikan (PTPP), salah satunya adalah SMA Negeri 1 Kediri. Mereka mendapatkan beberapa siswa yang mengalami kesulitan beradaptasi dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan guru. Selain itu, para siswa tersebut juga mempunyai motivasi yang tidak terlalu kuat untuk berpartisipasi dalam proses belajar. Mereka kadang lebih suka nongkrong di kantin, tempat parkir, hingga tidak mengumpulkan tugas belajar. Berdasarkan dari hasil observasi pihak sekolah, sebagian besar dari siswa-siswa tersebut adalah mereka yang masuk dari jalur zonasi. Simpulan ini didapatkan, karena sebelum sistem zonasi diberlakukan, persoalan serupa tidak pernah terjadi.
PTPP sebagai lembaga yang menjadi partner atau konsultan dari SMA yang bersangkutan, berusaha mencermati data yang diberikan oleh pihak sekolah. PTPP memegangh prinsip bahwa setiap anak diciptakan dalam kondisi sempurna dengan keunggulan masing-masing. Berbekal spirit ini, ditemukan hukum sebab akibat yang bisa berbolak-balik. Perilaku yang tidak kooperatif dengan pembelajaran tidak selalu merupakan dampak dari sistem zonasi. Kemungkinan yang terkuat adalah perilaku tersebut dipicu sebagai kompensasi atas persepsi siswa dari jalur zonasi atas kemampuan mereka sendiri. Anggapan orang dan kesulitan mereka dalam menyesuaikan diri dengan anak yang punya prestasi akademik lebih baik, membuat mereka lebih memilih menarik diri. Perilaku tidak kooperatif menjadi alternatif yang lebih terhormat daripada mengikuti proses belajar dan berusaha mengumpulkan tugas tetapi dinilai tidak baik dan dianggap bodoh. Kembali lagi hal ini berkaitan dengan perlakuan sekolah yang perlu dibenahi secara sistemik.
Namun untuk SMA Negeri 1 Kediri, telah mengambil langkah yang sangat bagus. Mereka melakukan berbagai upaya untuk mendukung keberhasilan belajar siswa dari jalur zonasi. Keberadaan guru pendamping kelas, menyebut para siswa dengan kelas excellent, hingga meminta konsultan (dalam hal ini PTPP) untuk menjadi pendamping bagi keberhasilan belajar mereka. Karena itulah, pihak sekolah meminta PTPP untuk melakukan serangkaian kegiatan, dan salah satu yang sudah terselenggara sebagai awalnya adalah pelatihan untuk siswa jalur zonasi.
Tentu saja pelatihan ini diawali dengan identifikasi kebutuhan yang bersumber dari informasi guru dan pengelola siswa zonasi. PTPP mendapatkan informasi profil para siswa sebagai input yang akan dikelola melalui pelatihan. Dari hasil identifikasi kebutuhan, PTPP memberikan pelatihan penguatan konsep diri siswa.
Pelatihan Penguatan Konsep Diri Siswa Zonasi
Pelatihan penguatan konsep diri untuk siswa zonasi di SMA Negeri 1 Kediri dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu untuk kelas IPS dan IPA. Masing-masing sesi membutuhkan waktu 4 jam, sehingga pelatihan ini dilakukan dalam dua hari.
Hari pertama diawali dengan kelas IPS yang menjadi pesertanya, kemudian di hari kedua barulah kelas IPA juga memperoleh pelatihan yang sama. Selama proses pelatihan, fasilitator tetap melakukan pengamatan untuk melihat keterlibatan siswa dalam belajar. Beberapa anak memang mengalami kesulitan untuk menyerap materi yang diberikan. Namun dengan sistem mentoring kelompok dan bimbingan langsung dari fasilitator, siswa yang mengalami kesulitan dapat memperoleh pemahaman yang sama. Selebihnya, siswa-siswa jalur zonasi punya potensi yang tidak kalah bagusnya dengan anak-anak yang lain.
Sesi pelatihan terdiri dari tiga bagian. Pertama, siswa mendapatkan materi pengenalan diri. Dengan mengenali dirinya, mereka akan mengidentifikasi keunggulan atau kekuatannya. Keunggulan ini selanjutnya dapat menjadi modal yang diberdayakan untuk belajar. Sesi kedua, peserta diajak untuk membuat visi dalam hidupnya. Mereka diberikan keleluasaan untuk bermimpi dan membangun cita-citanya. Mereka melakukan wawancara untuk majalah masa depan dan membuat pidato undangan reuni di tahun 2030. “Dengan melakukan proyeksi melalui cara-cara yang imajinatif, diharapkan siswa lebih membuka diri untuk membuat impian setinggi-tingginya”, demikian kata Rudi Cahyono yang menjadi fasilitator dalam kegiatan tersebut. Sesi ketiga, peserta dibimbing untuk membuat rencana aksi selama sepuluh tahun ke depan. Mereka diminta membuat kegiatan utama di setiap tahunnya, mulai dari 2020 sampai dengan 2030. Rancangan aksi ini akan menjadi panduan untuk melihat progres yang dibuat oleh siswa. Evaluasi pencapaian didampingi oleh PTPP dan pihak sekolah.
Selama dua kali pelatihan, peserta mendapatkan kesan positif atas kemajuan yang mereka peroleh. Peserta menjadi semakin mengenali potensi atau kekuatannya. Dengan demikian hal ini menjadi modal mereka untuk lebih percaya diri dalam belajar serta menuju kepada cita-citanya.
Untuk agenda yang akan datang, nantinya akan ada tindak lanjut dari hasil pelatihan kali ini, selain itu PTPP juga merancang kegiatan untuk pelatihan penalaran bagi siswa kelas percepatan (rudicahyo/Lala).