Observasi atau mengamati adalah salah satu cara untuk mengumpulkan data. Dalam Bidang Psikologi, yang diamati adalah manusia yang lebih kompleks daripada benda. Untuk itu, diperlukan belajar observasi, terutama dengan mengasah kepekaan memadukan data dan teori.
Jumat sore, kami (staf dan magang) belajar bersama untuk mengembangkan keterampilan dalam mengobservasi. Acara semacam ini memang biasa kami lakukan untuk mengembangkan kualitas sumber daya, terutama para magang kami.
Tetap dengan suasana santai nan ceria, kami belajar bagaimana cara melakukan observasi. Kali ini, kami akan share bagaimana kami belajar mengobservasi. Semoga bermanfaat buat yang bingung bagaimana cara sederhana belajar observasi.
Pertama, kami bagikan sebuah form yang berisi aspek-aspek yang akan diamati. Ada aspek pemahaman, kemampuan analisis, daya tahan, ketelitian, stabilitas emosi dan seterusnya, tidak kurang dari 13 aspek yang harus diamati. Selain aspek amatan, pada form tersebut ada kolom-kolom untuk mengisikan nama orang yang akan diamati. Nah, kali ini mereka belajar mengamati teman mereka sesama anak magang. Mereka tinggal memberikan penilaian dalam bentuk 7 skala KS (Kurang Sekali), K (Kurang), C- (Di bawah Cukup atau Di bawah Rata-rata), C (Cukup), C+ (Lebih dari Cukup), B (Baik), dan BS (Baik Sekali).
Sebagai awal, kita pakai satu orang lebih dulu. Jadi semua peserta membuat catatan tentang salah seorang temannya dalam 13 aspek yang ada di form. Kemudian tiap aspek dibahas berdasarkan penialain yang diberikan tiap orang. Pemeberi nilai memberikan alasan penilaiannya, termasuk orangnya sendiri atau orang yang sedang dinilai. Kemudian hasilnya dicocokkan, termasuk memadukan alasan dari masing-masing orang.
Alasan justifikasi dirangkum hingga menjadi rumus atau cara dalam menentukan justifikasi dalam observasi. Rangkuman dari hasil belajar mengobservasi satu orang, diaplikasikan untuk mengobservasi teman-temannya yang lain. Kemudian dijadikan tips dalam mengobservasi
Bagaimana strategi atau tips mengobservasi orang?
- Gunakan varian data yang banyak
Dalam proses belajar observasi, kadang kita menggunakan hanya satu data untuk membuat simpulan. Misalnya, mengatakan seseorang dapat bekerja secara teliti, hanya dari satu pengalaman kerja. Kalau menggunakan banyak data, coba dicek apakah datanya sejenis atau variatif. Misalnya saja, mengatakan seseorang dapat bekerja dengan teliti dari pengalaman menyaksikan temannya tersebut ketika menjilid laporan. Jika ia mengalami satu kali menjilid laporan, berarti hanya menggunakan satu data. Jika menggunakan beberapa kali pengalaman menjilid laporan, berarti menggunakan banyak data tapi tidak variatif. Yang paling ideal, gunakan banyak data dengan berbagai varian konteks
- Buat pola dan konsistensi datanya
Jika data terkumpul, maka perlu membuat pola antar data. Mengacu pada contoh sebelumnya, berarti kita perlu melihat konsistensi antar data. Konsistensi berarti keajegan data. Misalnya tentang ketelitian. Jika muncul dalam konteks kerjaan menjilid laporan, maka kita lihat, apakah muncul pada konteks yang lain. Semakin banyak variasi kerja yang berhubungan dengan ketelitian, atau memberikan nilai positif untuk aspek ketelitian, maka justifikasi terhadap orang tersebut semakin mengarah kepada ‘orang teliti’.
2. Gunakan teori untuk menghubungkan antar aspek
Bagian ini yang paling menarik. Observer mengisi aspek-aspek yang sudah kuat datanya. Misalnya dari 13 aspek, ada 3 aspek yang sudah kuat datanya. Ambil contoh aja tentang ketelitian, kalau sudah ada data yang kuat, maka bolehlah kita memberikan penilalian. Begitu juga dengan aspek-aspek lain. Jika ada 3 aspek yang sudah diberikan penilaian, kita lihat apakah ketiganya berhubungan. Jika berhubungan , maka kita sudah bisa langsung mencari aspek terkait yang belum mendapatkan nilai. Biasanya aspek yang terkait akan berhubungan nilainya. Misalnya seseorang mendapatkan nilai kecepatan kerja bagus, tetapi ketelitian rendah. Maka dengan bahasa awam bisa asaja kita bilang orangnya ceroboh. Tetapi memberi label ceroboh sangat gegabah dan tidak bijaksna. Kita perlu memastikan apakah ketidaktelitian itu berhubungan dengan kemampuan atau kemauanmendeskripsikan orang tersebut dengan 3 aspek sa. Kita bisa cek aspek yang berhubungan, misalnya aspek emosi yang dapat berpengaruh pada kinerja yang berhubungan dengan ketelitian. Kita amati orangnya lagi, apakah ia memiliki stabilitas emosi yang bagus atau orang-orang yang naik turun dan gampang galau. Jika emoasinya memang tidak stabil, maka kecepatannya berhubungan dengan ketergesahan/tergopoh-gopoh, sedangkan hasilnya banyak yang salah, yang menunjukkan ketidaktelitiannya.
3. Padukan data dan teori
Setelah poin penggunaan data (beserta pola dan konsistensinya) sudah selesai, serta pola teoritiknya sudah ketemu, maka langkah berikutnya adalah memadukan keduanya. Pola teoritik seperti yang sudah dijelaskan di poin 2 perlu dicarikan data yang mendukungnya, yaitu data-data faktual yang konsisten.
4. Berpedoman pada kriteria, bukan diri sendiri
Poin yang terakhir ini lebih pas disebut sebagai peringatan (warning), yaitu hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai keharusan atau larangan. Dalam memberikan justifikasi, kita harus menggunakan kriteri. Karena itu, teori adalah alat rujukan untuk menyandarkan fakta/data. Lalu apa yang harus dihindari? Menggunakan diri sendiri sebagai patokan. Contoh, mengatakan seseorang rajin, karena dirinya tidak serajin dia.
Demikian kira-kira cara praktis belajar observasi secara sederhana dan lebih mudah. Adakah tips atau strategi lain yang bisa ditambahkan?
artikel mudah dibaca dan dipahami
Apa yang dimaksud observasi?
sangat bermanfaat, makasih